September 18, 2014
Jajaran
nyiur bersapa ramah dengan angin laut yang biasa dikenalnya
Seolah-olah
bermata, lalu mereka memandangku sendu, tapi sekaligus penuh kedamaian
"Datanglah,
lihat kami yang begitu pasrah namun juga semangat untuk hidup"
"Apa
yang membuatmu semangat"
"Karena
kami hidup" mereka tersenyum simpul
Kemudian
sepi, dan aku bergerak maju menuju ke tepi laut
Kutemui
lagi mereka, setelah 2 tahun
"Hai
ombak. Lama tak jumpa, kau begitu tenang hari ini"
"Aku
tak bisa mengelak untuk mengikuti suasana hatimu"
"Kenapa
kau harus mengikutiku?"
"Kau
melihat kami dengan perasaanmu. Jangan lakukan itu, itu menipumu"
"Apa
yang telah aku lakukan?"
"Jalanlah
dengan penuh kesadaran, atau kau akan terjatuh"
Aku terdiam, didiamkan oleh jawaban itu
Aku terdiam, didiamkan oleh jawaban itu
Lalu
riaknya tak terdengar lagi
Ombak
bergerak mundur lalu datang lebih besar
Airnya
menyentuh sepatuku, dingin
Aku
bergumam, bagaimana bisa ia tak bosan-bosannya memberi manusia candu
Agar
bergeming dan tetap inginkan suara alam masuk ke telinga mereka
Kalahkan
suara-suara kepenatan hidup, lupakan masalah
Mereka
menanti disini, menerima manusia untuk merenung sepanjang hari
Sambil
membau laut, melihat cakrawala
Tak ada
nelayan, tak ada seorangpun
Hanya gubuk-gubuk tua tak terawat yang lama ditinggal pemiliknya
Seperti
pikiran yang telah dipermainkan oleh hati, tak tau arah
Logika
dan rasionalitas berbalik meninggalkannya seperti orangtua yang pikun
Kali ini
Sang Pencipta telah membolak-balikkan hatinya
Ia sudah
tak berada di tempat ia merasakan kedamaian seperti dulu
Saat ini
ia sedang mencari sesuatu yang abstrak tentang kebenaran hidup
Yang
terlanjur melarut, bahkan mungkin menguap
Sulit dipisahkan dari campuran potongan-potongan unsur lainnya yang terlalu
banyak
Weleri-Tembalang
20140919
0 comments
Berkomentarlah, sebelum berkomentar itu dilarang