Gigi Berlubang dan Eksim: Puncak Gunung Es dari Tubuh Yang Minta Tolong

Oktober 19, 2018


I only live once and I want to live happily, with something I truly care, enjoy and worth to pursue. I want to live with my optimum state with my optimum productivity!


Halo!

Jadi aku udah bolak balik ke dokter gigi beberapa bulan terakhir ini. Abis bolak-balik ke dokter spesialis kulit di rumah sakit lokal, sekarang ke dokter gigi haha nasib! Jadi nih aku cerita aja karena ini bisa jadi banyak anak muda jaman sekarang yang punya masalah sama. Soal gigi, eksim dan nutrisi tubuh, tapi intinya nanti: mempelajari symptom, kemudian mengubah pola hidup.

Turn my mess into a message, right? yoiiiiii

Disclaimer: tulisan berikut merupakan pengalaman pribadi dan hasil bacaan-bacaan penulis, jangan jadi kan tulisan berikut sebagai putusan medis, karena background penulis sendiri bukan berasal dari bidang kesehatan, penulis hanya seseorang yang menyukai biologi dan memiliki rasa penasaran yang tinggi

Jadi tahun ini, tahun 2018, jadi waktu yang banyak aku habiskan buat merawat diri dari fondasinya: kesehatan. Dan karena gawat, aku bener bener bolak-balik dari faskes 1 (puskesmas), rumah sakit lokal, rumah sakit daerah, rumah sakit di kota sebelah, kantor BPJS yang jauh di pusat kota. Intens pokoknya, walaupun jauh dan sendirian bolak balik kesana kemari, minum obat mulu.

Capek sih capek.. tapi gak aku pikirin capeknya, aku pikirin jangka panjangnya. Aku bisa sampe di titik ini ya setelah banyak baca literatur di internet, banyak liat video kesehatan-nutrisi, banyak mikir, banyak merhatiin symptom-symptom tubuh yang udah mulai ga normal. Panjang pokoknya sampe aku punya tekat buat nulis cerita pengalaman aku sendiri soal topik kesehatan. Mumpung ini belum kronis, masih muda, mumpung masih kuat mikir, masih kuat kesana kemari sendiri.



Untuk jangka panjang, kok bisa?

Karena ini buat aku ke depan haha ya iyalah... Tapi kenapa mulai semuda ini? Ya mungkin umur aku masih muda, 23 tahun, tapi apa salahnya ikhtiar? Bagi aku bukan hal sia-sia buat ngerawat diri, karena bagi aku itu seperti bentuk syukur diberi titipan tubuh sehat. Terdengar klise ya haha?

Tapi percaya deh, ketika kita denger (aku pribadi) cerita-cerita soal orang-orang sakit komplikasi macem-macem, orang meninggal gara-gara penyakit kecil tapi jadi parah karena minimnya informasi -padahal bisa dicegah-, atau orang-orang yang sebegitu putus asa yang nyari pengobatan kesana kemari, banyak anak yang masih muda tapi kena diabetes hipertensi ginjal dan berbacam macam sebagainya, atau cerita mereka yang kehilangan anaknya/anggota keluarganya gara-gara salah gaya hidup, kita bakal waswas sendiri. Banyak kasus kaya gini, cuman ga bakal viral.

Apasih yang menarik dari menjaga kesehatan, kecuali kalau kita sendiri yang kena penyakitnya? Apa kalau udah kronis dulu, baru kita peduli? Ya emang lawas dan klise, sehat bakal terasa mahal kalo kita sakit. Dan ini aku alamin sendiri dan bisa dicegah, sebelum nikmat satu ini terlanjur hilang.

“Kesehatan adalah mahkota di kepala orang-orang yang sehat, yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang sakit.” Nabi Dawud as


Jadi parno gitu ceritanya?
I don't know. But the purpose of all of this, prevention doesn't cost something (or at least minimize the cost). To fix something cost more money (and also time)!
Jadi bukan parno juga sih. Gimana ya, mencegah lebih baik dari mengobati. Aku juga eman-eman rupiahku. Cari uang itu susah, dan aku tahu prioritas. Kalo ga eman-eman, uang sebagai alat pembuka banyak kesempatan, kalo ga aku prioritaskan untuk sesuatu yang bener-bener mendesak... well no!

Aku ga pengin ngehambur-hamburin duit buat sesuatu yang sebenernya bisa dicegah di awal. Otak-otak pelit kaya gini ya jadinya.. haha biarinlah, kesehatan kita sendiri kan kita yang nikmatin, jadi produktif dan bermanfaat tanpa gangguan kronis sampe nanti umur senja kan juga lebih nikmat.

Aku juga tipe yang malas banget minum obat karena kalo berkepanjangan juga ga bagus, aku lebih percaya prinsip you are what you eat. Makanan bisa jadi penyakit atau bisa jadi nyembuhin. Aku sering bingung ngeliat orang-orang dulu yang makan seadanya, minim makanan tapi lebih sehat, dibandingkan dengan orang sekarang yang masih muda udah kena serangan jantung, hipertensi, gula, dsb. Gatau aja ada yang janggal dengan semua ini.. Ada apa sih sebenernya?


Gambar perbandingan kondisi gigi ketika ada perbedaan asupan nutrisi
(Sumber: Cure Tooth Decay by Ramiel Nagel, 2011)

Jadi ya itu alasannya dan berpikir ini semacam investasi jangka panjang. Tahap awalnya, ngurusin BPJS dulu di kantornya di pusat kabupaten, jauh-jauh aku jabanin sendirian. Karena udah mau lulus kuliah, aku urus jadi BPJS mandiri (dari yang tadinya ikutan ASKES), ambil kelas 3.

Kenapa kelas 3, yang paling murah? Aku belum kerja, dan karena pas masih punya jaminan ASKES, kartunya ga aku gunain sebanding ama tunjangan yang dipotong, jadi ambil yang murah aja (semacam biar sebanding), dan berdoanya juga ga bakal masuk rawat inap.

“Ada dua anugerah yang karenanya banyak manusia tertipu, yaitu kesehatan yang baik dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Jadi gimana detailnya, kok bisa seobsesif ini?

Jadi aku kasih gambaran soal tubuhku dulu. Tinggi badanku 158 cm, BB konsisten di 45-46 kg-an lah, dengan tipe tubuh berat di bawah dan konsisten cenderung kurus mulu, ga pernah gendut (terakhir gendut balita, dan abis kena flek langsung susut tubuhnya!).

Metabolisme cepat? Aku belum tahu banyak tentang konsep ini. Underweight? Barusan aku check emang kurus (BMI 18.03). Aku takut ini ternyata beneran kurus gara-gara ga keurus, penyakitan. Haha.. Miris. Mikirnya sebelumnya, karena gen di keluarga aku sendiri ga ada kecenderungan buat gendut. Skinny family!

Tapi ya itu, abis aku sendirian frustasi ngurusin eksim yang ga kunjung baikan selama 2/3 tahun ini sampe sekarang belum sembuh, aku jadi balikan lagi ama diary, dan (dengan ngadopsi sistem bullet journal) aku sering evaluasi diri. Yang biasanya 3-6 bulan sekali nulis, sekarang tiap hari diusahain nulis. Aku jadi lebih awas buat merhatiin symptom-symptom tubuh yang ga normal. Hasilnya? hohoho.. pastinya musti putar balik, sebelum kebablasan lebih jauh!

Sebelum sampe bolak-balik ke dokter gigi, aku mau cerita dulu soal bolak balikku selama hampir 2 bulan si spesialis kulit, buat ngobatin eksimku.

Jadi aku awalnya ini stress parah gara-gara ngobatin eksim, bolak-balik pengobatan, keluar duit banyak, malah balik gatel-gatel lagi. Aku putusin buat ngelakuin research sendiri. Mempelajari penyebab eksim jenis atopic dermatitis ini dari jurnal ilmiah, web-web kesehatan yang berisi penjelasan spesialis dari dalam maupun dari luar negeri, dan ternyata penyebab utamanya belum ditemuin.

Itu makanya pengobatannya yang ada sekarang buat menuntaskan ke sumbernya eksim itu belum ditemukan, karena sumber penyebabnya aja belum jelas. Kalaupun obat dari dokter itu meredakan symptom dari eksim sendiri (meredakan gatal-gatal, melembabkan kulit, ngilangin infeksi, menekan kerja sistem imun, atau -aku pernah cari obatnya di google- suspect keberadaan jamur di usus).

Ya, sejauh itu ternyata rusaknya tubuhku. Eksimku sendiri meruparakan tipe yang muncul di usia 20an, tanpa riwayat alergi apapun waktu kecil. Bentuknya neurodermatitis sampe terjadi lichenification (penebalan) di kaki, dan gatal juga di lutut. Kalo kalian pengen tahu bentuknya semacam <trigger warning> ini <trigger warning>.

Eksim intinya kondisi kelainan kulit menjadi kemerahan, gatal, dan kering. Baca-baca jauh soal eksim ini juga gara-gara sistem imunnya over reaction, dan kemudian bikin kita jadi alergi ke makanan yang sebelumnya enggak alergi. Kalau aku lihat banyak baca dan liat video di internet, emang ini penyakit bisanya di counter attack ama makanan bersifat alkaline yang bener-bener ketat dan diimbangi dengan pola hidup yang sehat. Walau tiap orang kasusnya beda-beda tergantung parahnya, kuncinya disitu, di makanan, di nutrisi.

Dan itu ga bisa cepet, instant, karena eksim itu gejala inflamasi di kulit yang penyebabnya lebih dalam lagi di tubuh. Disebabkan gabungan faktor kompleks mulai dari nutrisi buruk + pola hidup ga sehat + genetik + psikologis. Bukan karena jamur atau kurang menjaga kebersihan.


Runutan kondisi eksim bekerja. Sumber: Review Buku Eczema-Free For Life by Adnan Nasir, M.D., and Priscilla Burgess

'Whats tracked get managed'

Satu kutipan andalan yang aku temui di quora, yang jadi motivasi buat seketat ini mengatur hidup yang amburadul (journaling dan lebih awas) dimulai dari eksim itu tadi. Aku jadi mikir ini penyakit, sebenernya cuma gunung es dari sistem yang lebih esensial dibaliknya. Aku juga mulai menelusuri satu persatu penyakit dari jaman dulu SD, kuliah, sampai sekarang. Dan kalau tekat sudah bulat, dan sudah paham tujuan akhirnya, tak ada kata pantang menyerah. Latar belakang adalah koentji! yoiiiii..

Sistem tracking good habits dan pola tidur dengan sistem bullet journaling yang aku buat dan aku jalanin selama 2 bulan ini (untuk lihat lebih banyak spread lainnya di IG @monjournal.bysab

Aku catat itu semuanya hal yang gak normal yang terjadi ama tubuh aku dan... wow, banyak kali error-nya ini tubuh! Banyak banget, entah dari SMA/SMP sampe masa kuliah, yang perlu di list lagi buat jadi postingan baru!

Ditambah waktu itu, waktu kuliah, era-era 'kerja keras bagai kuda' demi sebuah profesionalitas, mengejar passion, mengejar produktivitas, mengejar nilai, tapi abai sama satu-satunya alat yang bisa aku andalin: tubuh sehat sempurna! Haha bodoh emang.

Jadi aku kena flek (pas SD), tipes udah 2 kali (SMP dan kuliah), demam berdarah (SMP), scabbies (ketularan adekku yang balik dari pondok, pas waktu SMA). Terus jaman kuliah juga tambah banyak errornya, walaupun ga kronis, aku catat baik-baik untuk tetap jadi perhatian:
  • sakit gigi sampe gusi bengkak dan gigi berlubang
  • suka tiba-tiba pilek tanpa sebab jelas (bersin-bersin, keluar cairan bening, suka panas di daerah antara mata atas hidung, dari SMA sampe kuliah, ketik pagi abis bangun tidur dan terkadang random waktunya padahal ga ada alergi apa-apa, diperiksa juga penyebanya ga jelas, cuma dikasi obat cetirizin ama dokter penyakit dalam)
  • suka ngantuk ga jelas (ini ga kronis tapi ganggu)
  • gatal-gatal merah di lipatan dalam siku atau lutut (muncul banyak terutama saat stress, ini sebelum kena eksim di kaki)
  • eksim kering di kaki (2/3 tahun ini kena, aku obatin di tahun ini, tapi sebulan lebih aku obatin ke spesialis balik lagi, mahal coy ngobatin eksim walau pake BPJS, obat non-generiknya mahal!)
  • disentri parah (kuliah tahun akhir)
  • menstruasi gak teratur (sering dari SMA)
  • postur tubuh ga bagus (cenderung forward-headed campuran kyphosis, dari SMP tapi aku acuhin karena apalah jaman itu pokoknya ga banyak mikir jauh soal ini, karena aku ngira ini genetis dari keluarga bapak)
  • gigi maju (overbite atau protrusion, apapun itu, ini bikin gue inget pas SD diejek temen makanya jadi masih keinget, dan dikonfirmasi ama dokter gigi 2 tahun yang lalu, dan aku juga ga banyak mikir gara-gara mungkin alasan genetis juga)
  • suka sendawa berlebih abis makan-makanan tertentu (1-2 menit ga berenti-berenti dan bikin dada sesek pas jaman kuliah)
  • capek abis bangun tidur
  • suka diare pas pagi hari abis bangun tidur (ini masa-masa kuliah)
  • muncul banyak jerawat di dahi dan punggung walaupun sebelumnya ga pernah, suka ilang suka muncul ga jelas
  • attention span dan fokusku amburadul (ini mungkin kurang meditasi)

Ya ya ya.. kayaknya aku hidup seburuk itu haha. Ini apa gara-gara memang malnutrisi, metabolisme ku error, penyerapan ku tidak bagus, atau bagaimana aku ga berani diagnosis. Tapi aku coba mulai menata kesehatan, dari makan teratur pake meal plan, dengan makanan yang bener dan tepat sasaran juga diimbangi tidur teratur ama workout, dan banyakin kena matahari.

Dulu SMP SMA aku juga banyak gerak, naik sepeda, taekwondo, pramuka, dll. Tapi semenjak kuliah, emang isinya full abuse kalo gunain tubuh: begadang, makannya mi roti nasi segala yang instan, ga banyak sayur atau makanan alami lainnya, jarang olahraga, ngendon mulu nugas depan laptop di kosan yg jarang kena matahari.

Dan langkah berikutnya, itu semua bikin aku cepet-cepet ke dokter gigi!! Karena ini satu-satunya organ tubuh yang ga bisa regenerasi (sepengetahuanku saat itu), paling urgent, emergency! 2018 aku paksain buat ke dokter gigi (lagi) yang ada di RS swasta lokal walau gak ada keluhan sakit gigi apapun, tapi aku tahu kalau gigiku berlubang parah. Udah ga mikir lagi semahal apapun itu, segalak apapun dokternya, secapek apa aku bakal bolak-balik ngurusin gigi, lebih cepat lebih baik ditangani. Aku akuin emang pengalaman ke dokter gigiku emang ga pernah menyenangkan. Selalu bete kalo abis dari dokter gigi. Tapi di titik ini aku udah acuh.

How they gonna treat their patient, are not gonna hurt me anymore, I'm already tired! Mereka marah-marah tapi ga ngasi solusi keseluruhan.. so what's I'm gonna expect?

Dan konsultasi pertama di tahun 2018, keluarlah pertanyan buat pasien yang dengan kondisi gigi parah baru dateng ke dokter gigi setelah symptom disana sini: kenapa baru sekarang ke dokter gigi???!!

Yakali.. dalem hati we udah meledak seketika itu denger pertanyaan. Udah stress mikirin skripsi tetek bengek, 20 life-krysis pressure semacamnya, aktivitas kuliah 4 tahun belakangan yang padet ga ketulungan, wawasan soal makanan dan nutrisi yang minim, tidur ga teratur, lingkungan yang poor awareness akan himbauan kontrol gigi, dan ga semua orang tua punya pemahaman buat nyuruh anaknya 6 bulan sekali harus kontrol ke gigi.

Banyak banget kalo mau nyebutin alesannya, please! Capek. Dari mulai 3 tahun yang lalu juga udah ke dokter gigi, tapi keburu KKN ke Jepara, skripsi menerjang, tahu-tahu satu gigi dicabut, udah bye! Nakal emang, bodoh pula.

Malu dan bakal banyak energi yang keluar kalau mau jawab. Ya akhirnya terima ajalah di marahin dokternya. Yang penting segera dapet tindakan. Haha kalaupun mau jujur dijawab.. Utamanya sih karena saat itu nganggep kontrol gigi itu ga terlalu penting, saat itu. Atau lupa malahan apa itu kontrol gigi. Ya pangkalnya karena bodoh, minim informasi.


Hfft, sebel sendiri we kalo bodoh :<

Sebelum 2018 nyambangin dokter gigi di RS swasta lokal ini (yang paling deket ama rumah), 2016/2017 aku pernah ke RSUD milik daerah, yang jauh ke pusat kota, gara-gara rujukan ASKES dari puskesmas. Waktu itu sebelum KKN, aku ngecek gigi diwaktu aku lagi gak sakit gigi juga. Diputusin tindakan ama dokternya, kalo gigiku harus dicabut, aku tanya macem-macem soal gigi karena aku khawatir banget... karena itu gigi ya Allah mau diilangin, ga bakal tumbuh lagi (dan jatohnya keliatan bodoh, ya karena we emang bodoh dalam hal beginian, tapi we mikir sebagai pasien berhak nanya-nanya sebelum dilakukan prosedur, bukannya begitu? emosi wa)

Tapi abis itu malah digalakin dokter giginya dan jawabannya itu ga berhasil meyakinkan aku. Aku minta jeda beberapa menit buat ambil keputusan nyetujuin prosedur itu, tapi aku nangis! Itu akhir 2016 yang lalu, di ruang tunggu poli gigi RSUD. Aku ga siap. Aku banyak mikir, ya Allah gimana kalo dicabut sarafku kena, gimana kalo bengkak, gimana makannya, senyumku ompong.. aku ga siap banget pokoknya waktu itu. Karena jawabannya dokternya waktu itu cuma, kalau dibiarin gigi busuk bisa bikin bahaya tubuh.

Dan tau akhirnya? Aku pulang, ga berani dicabut, lanjut nangis di perjalanan pulang. Huhu ga pernah ke dokter gigi, sekalinya dateng harus dicabut! Itu aku ke dokter selama ini selalu sendirian, ga ada yang tahu aku nangis kecuali staff poli gigi tadi dan Tuhan Yang Maha Kuasa :(((( Sedih pokoknya kehilangan organ tubuh satu ini secara tiba-tiba.

Tapi setelah 1/2 bulan, aku mantapin diri, abis kelar sidang proposal. Ya gapapa, gigiku rela dicabut. Karena aku percaya dokter lebih tahu kondisi seperti itu, tindakan yang diperlukan gimana. Gila sakit banget men kalo dibiarin membusuk, sampai bengkak gusinya. Ga bisa ngapa-ngapain. Belum lagi kalo bakteri-bakteri yang membahayakan kalau sampai ngenain organ vital kita lainnya, hasil dari infeksi gigi kita. Sampai kemarin aku main twitter nemu twit yang agak bikin was was juga:


Gigi geraham satu di sisi kanan atas dicabut satu di tahun 2017an, tapi ga lanjut kontrol ke tahapan selanjutnya, keburu revisi skripsi, ambil data lapangan. Dan sekarang di 2018, ada gigi 2 geraham lainnya di sisi kiri atas bawah perlu dicabut kata dokter gigi RS swasta lokal ini. Separah itu kondisi gigi aku emang!

Kalo kata dokternya, ini karena rahangku kecil gigi yang lain ngedesak bikin ancur gerahamnya. Dan solusinya nanti pake gigi palsu lepasan. Tapi aku masih mikir-mikir.. ga ada cara lain nih?

Ini baru gigi! Abis itu aku mikir ya Allah ini baru satu gigi diangkat, gimana kalo ginjal aku? Aku jadi mikir, kenapa bisa sih dalam 4 tahun belakangan ini kondisi gigi aku separah ini? Apa aku gak seaware itu ama kebersihan? Gak juga deh.. kayaknya semasa SMA ama waktu kuliah sama aja.

Tapi oh tapi, itu semua bikin aku berangkat ngelakuin research sendiri. Apa karena gara-gara makanan? Ini yang aku curigain. Gaya hidup? Psikologis, stress? Kurang ibadah? Azab? HAHAHA... AKU GA TAU!!!

Penyebab tooth decay, alias gigi berlubang?? Well, ini bisa jadi topik tersendiri, bahasannya menarik karena penyebabnya lagi-lagi, nutrisi! Aku sempet baca tulisan review buku 'Cure Tooth Decay'-nya Ramiel Nagel, oleh Vika Budi Riandini (part 1, part 2, part 3, part 4). Baca sekilas tentang itu bikin aku banyak baca lagi. Bisa baca juga kalau di bahasa Inggris soal review buku soal Reversing Tooth Decay disini, juga disini, atau dietnya disini). Dan ya... masalah gigiku itu cuma puncak dari masalah sebenernya. Gara-gara nutrisi! Gara-gara makanan!

Jadi bukan masalah kebersihan, atau kuman, ataupun kata dokter gigiku karena kedesak gigi-gigi disampingnya, yang menyebabkan gigi berlubang. Tooth decay itu awalnya dikarenakan nutrisi tubuh yang gak terpenuhi. Sebenernya gigi berlubang kalau masih tahap awal bisa dikembaliin dengan remineralisasi melalui diet / makan makanan dengan kandungan mineral dan vitamin yang tepat. Salah satu pantangannya yakni buat enggak makan makanan refined carb macam gula, tepung, nasi putih, karena emang ga ada manfaatnya buat tubuh. Kemarin juga baca tweetnya satu dokter di twitter soal gigi, dan bikin waswas juga kalau kedepan jadi calon ibu.


Kakakku punya masalah yang sama. Gigi do'i lepas sendiri waktu pengabdian di Sumatera buat akhir sekolah di Gontor. Kita jadi bicara soal gaya hidup dan pola makan kita berdua yang bener-bener buruklah di usia kita di 20-an. Ga dapet nutrisi cukup juga pola tidur ga teratur. Dan kemudian telat nambal jadi alasan berikutnya. Ya itu karena minim pengetahuan yang berujung ke minim kesadaran.

Karena kondisi gigiku uda segitu parahnya, udah bukan cavity yang biasa, tapi udah parah sampe pulpanya, ya.. begitulah nasi udah jadi bubur. Menjaga dan memperbaiki apa yang tersisa, dengan mencoba makan makanan yang tepat.

Jadi aku masih kontrol jalan dengan dokter gigi, gatau sampe kapan. Jadi cabut atau enggak.. Jadi pake gigi palsu lepasan apa enggak jadinya. Tapi aku coba minimalisir kuman-kuman dulu, selain dengan gak makan refined carb, juga dengan nerapin routine care sendiri selain sikat gigi sebelum tidur: kumur pake air garam anget abis makan juga sebelum tidur. Cara ini ampuh, pernah aku pribadi cobain pas kelupaan ga bawa sikat gigi pas berhari-hari ke luar kota. Sama bersihnya, karena air garam, remedy tradisional yang emang kegunaanya bisa buat bunuh kuman.

---------------------------------------------------------------------------

Begitulah, ini baru tentang gigiku dan sedikit eksimku. Gigi cuman satu hal, hal-hal lain selain gigi dan juga eksim, daftar penyakit-penyakit sebagai gejala gunung es, perlu diperbaiki dari sumbernya. Karena tubuh itu satu kesatuan.

Aku mulai perbaiki imunitas tubuhku yang aku curigai amburadul (hasil dari baca tentang eksim, gejala alergi, dan dicurigai juga ama dokter gigiku karena dikasi antibiotik ga mempan). Merhatiin dari apa yang dimakan (ini kalau bahas makanan bakal panjang lagi, soalnya nanti jelasin kesalahan apa yang aku makan juga kondisi eksimku bikin banyak pantangan), terus tidur teratur, aktivitas siang yang kudu banyak kena matahari, rutin olahraga, ga boleh begadang.

Benerin sistem pencernaan juga yang penting, karena imunitas asalnya dari pencernaan yang sehat. Banyaklah pokoknya, sambil belajar nutrisi dan biologi juga, yang sekarang banyak simpang siur dan chaos abis karena apa yang dibilang 'modern-lifestyle' belum tentu baik.

sumber

Lain-lain: Manajemen Stress

"Mbaknya kasihan" kata dokter gigi abis cerita soal skripsi dan eksim, kemudian ditutup ama "Jangan stress stress ya mbak, nanti ngaruh ke imunitas!" setelah kelar tindakan ama konsultasi
"Mbaknya stress gara-gara kondisi mbak sedang bikin skripsi, jadi gatel!" kata dokter puskesmas yang ngerujuk buat ke spesialis kulit
"Stress dapat menjadi faktor memicu eksim semakin parah" baca di berbagai literatur soal eksim, walau penyebab utamanya belum diketemukan secara pasti

GILA GA SIH.... INI AKU MAKIN STRESS AJA!!!!

Ya bingung aja.. semuanya aja, bilang jangan stress.. HAHAHA Solusinya manaaaaa?

Haha.. Aku cari sendiri saja, untuk memuaskan keingintahuanku karena dokter-dokter hanya meresepkan obat saja. Mau tanya-tanya banyak juga pertanyaanya bodoh dan dikira sok tau, tapi aku bener bener pengen tahu, tapi ntar dimarah-marahin, capek ati, ataupun kalau diberi penjelasan ga ngena :( - ini btw, aku lebay ga sih mikir kaya gini?

Karena aku pengen lebih sehat, dan lebih tahu diriku dibanding siapapun, gimana jungkir balik aktivitasku 24 jam sehari, aku mulai coba jujur dengan diri sendiri. Lalu ikhtiar buat lebih ngehargain diri sendiri dengan nerapin kebiasan-kebiasaan baik dan makanan yang tepat (tentang makanan ini juga bakal jadi bahasan panjang kalo dikupas).

Niatnya juga aku lurusin dan sejajarkan dengan prinsip-prinsip agama aku (Islam), karena wow.. banyak ajaran-ajaran Islam yang emang ngasih yang terbaik buat tubuh kita. Mulai dari kesehatan badan dan juga kesehatan rohani yang keduanya sama sama penting.

Aku jadi banyak baca soal nutrisi buat ngebenerin tubuh, banyak baca biologi tentang gimana tubuh bekerja, banyak masak makanan sendiri yang kebanyakan berupa sayuran (yang ga banyak diproses), ngelakuin diet eliminasi, dsb yang banyak banget PR-nya termasuk manajemen stress ini, dan itu semua pekerjaan yang perlu konsistensi. Pengen konsultasi juga ke nutrisionis buat tanya-tanya lebih lanjut kalau misal ini ada kaitannya ama micronutrient malnutrition. 

Capek emang, tinggal mindset kita aja, niat kita kemana, pikiran jangka panjang kita sampai mana.

YOU ARE WHAT YOU EAT

Aku yakin banyak anak-anak muda yang punya masalah sama tapi symptomnya berbeda. Bisa jadi di orang lain itu gejalanya gampang pusing, suka migrain, gampang capek, obesitas, gatel-gatel ga jelas, jerawatan, pegel-pegel, apapun itu symptom tubuhnya, coba deh itu dirunut. Karena itu bisa jadi tubuh kita sedang ngasih kode minta tolong ke kita, dan kemungkinan itu semua ada peran nutrisi dibaliknya, alias apa yang kita makan sehari-hari.

Dan aku juga sempat baca soal peran microbiome, atau kondisi gut flora di usus yang ngaruh ke eksim ama imunitas dan kesehatan secara umum, tapi belum sampai baca mendalam. Tapi emang udah banyak literatur soal probiotik dan makanan minuman fermentasi emang bagus buat tubuh karena keberadaan bakteri bagus tadi.

Intinya... Itu tubuh kita sendiri yang berhak buat sehat. Kalau aku sendiri, kesehatan jangan jadiin goal utama, itu udah udah jadi kewajiban, ga bisa dinego. Karena gambaran besarnya, tubuh sehat itu jadi tool, jadi alat kita buat kita meraih tujuan-tujuan besar lainnya, mendukung kita berkarya lebih banyak, lebih produktif, lebih nikmat buat ngejalanin hidup, buat ibadah.

Gak ada yang bakal sayang diri kita sendiri selain kita sendiri. Hargai tubuh mulai dengan banyak baca, tambah banyak wawasan, banyak nanya, lalu beri hak-hak tubuh dengan makanan yang bener-bener tepat dibutuhin tubuh, dan istirahat yang cukup.

"To fix something cost money, but to prevent something doesn't cost money (or at least minimize)" Dr Mike Mew

Kalau mikir 'ngapain susah-susah mikirin kesehatan kalau akhirnya mati? life to the fullest! '

Fine.. Like what I see in smoker, I see you can't treat your own body with enough respect even to keep it healthy. It's your choice, it's your risk! 

Belum sampe tuh ke titik yang dimana di tengah perjalanan kita menggapai impian, terus tiba tiba dikasih sakit, gak bisa ngapa ngapain, end.. nyesel di akhir, liat bakal seputus asa apa nanti kalo ga bisa puter balik

Liat bagaimana orang-orang terdekat, yang lebih tua, coba observasi atau ngobrol ama orang sakit, atau orang-orang yang ditinggalkan ama mereka yang sakit kronis.

Penyakit itu ga dateng tiba tiba kok. Dia itu serangkaian kondisi ketidaknormalan tubuh karena putusan kehidupan yang kita ambil. Secara sadar dan juga sayangnya kebanyakan tidak, karena pangkalnya ketidaktahuan. Jadi perangi ketidaktahuan mulai dari awal, jangan ambil resiko buat acuh terlalu jauh.

Penyakit hanya puncak dari gunung es dari timbunan masalah di bawahnya. Baca lebih lanjut disini

Tapi akhirnya semua balik ke diri kita masing-masing. It's your life, it's your body, it's your choice! But consequences will followed by! Aku pengen berbagi aja perspektif soal penyakit dari pengalamanku. Let's discuss! 

Oke, jadi sekian :) Thanks for reading my 2 cents about what I experienced and what I thought. Selamat mencoba mengurai dasar dari puncak gunung es tubuh kita!

-------------------------------------------------------------------------
Ini ada video TED talk bagus dari seorang dokter luar negeri yang juga penulis buku ternama, ngejelasin soal konsep penyakit:


You Might Also Like

0 comments

Berkomentarlah, sebelum berkomentar itu dilarang

follow me on Instagram